Gabung yuk,
"kenapa ya cewek jepang kok kebanyakan pada
kurus-kurus gitu?" Mereka beranggapan seperti itu sepertinya karena
kebanyakan dari mereka melihat wanita Jepang yang ada di film-film drama saja.
Kalau itu sih emang iya... jelas kurus-kurus dan cantik-cantik, kalau nggak
gitu mana laku filmnya untuk ditonton. Memang sepertinya saat ini memiliki
badan kurus dan ramping super singset cukup jadi trend di kalangan wanita
Jepang. Sebuah trend yang sepertinya bukan hanya di Jepang saja, tapi sudah
mengglobal di seluruh dunia. Ada anggapan bahwa wanita kurus itu lebih baik dan
cantik secara penampilan dibandingkan dengan wanita yang gemuk.
Saking mengglobalnya trend kurus ini, sampai ada
dalam salah satu dorama Jepang yang judulnya "Teppan Girl Akane"
dalam salah satu episodenya menceritakan tentang diadakannya perlombaan wanita
paling kurus yang diadakan di salah satu SMA. Pesertanya diwajibkan memenuhi beberapa
kriteria untuk bisa memenangkan perlombaan tersebut. Di antaranya mereka harus
bisa melalui sebuah lubang berbentuk huruf "O" yang diameternya hanya
40 cm. Kemudian berat badan mereka tidak boleh melebihi 43 Kg. Untuk mengikuti
dan berusaha memenangkan lomba tersebut, akhirnya banyak remaja-remaja Jepang
yang berusaha mati-matian untuk melakukan diet makanan. Sampai bahkan ada yang
tidak makan selama seharian demi mengurangi berat badan mereka.
Berdasarkan data statistik terbaru yang dikeluarkan
tim Internasional tentang masalah kegemukan di negara-negara maju, ternyata
memang menunjukkan bahwa Jepang adalah negara dengan angka paling rendah (hanya
3%). Sedangkan yang paling tinggi adalah Amerika Serikat sebesar 34%. Selain
itu, di data itu juga disebutkan bahwa rata-rata umur wanita Jepang tergolong
paling tinggi yang mencapai usia 85%.
Hal ini sepertinya akan menarik jika kita bahas.
Pertama, jika kita lihat dari taraf kecintaan orang Jepang terhadap makanan,
dengan presentasi kegemukan yang rendah adalah sangat mengherankan. Sehingga
kita bisa mengira-ngira mungkin rahasianya ada di jumlah kalori makanan dan
minuman yang kecil yang biasa mereka konsumsi. Orang Jepang umumnya tidak
terlalu mementingkan rasa dari berbagai macam bumbu campuran, tetapi mereka lebih
mengutamakan kesegaran dari makanan tersebut. Kebudayaan dan tradisi Jepang
mendorong untuk menghargai 'Kesegaran Yang Paling Utama', maka dari itu
perempuan Jepang senang membeli banyak ikan, sayur mayur, dan buah-buahan
sejenisnya. Sedangkan daging merah, kembang gula, biskuit, dan bahan makanan
cemilan dibeli lebih sedikit. Makanya, kalau teman-teman memakan makanan Jepang
yang asli (dalam artian tidak diubah menjadi selera orang Indonesia seperti
yang dijual di Hoka-Hoka Bento atau restoran-restoran makanan Jepang lainnya di
Indonesia), teman-teman tidak akan menemukan beraneka ragam rasa di sana.
Umumnya kita hanya akan merasakan rasa asin dan manis yang dominan, bahkan
terkadang malah hambar dan tidak ada rasa tambahan selain rasa asli dari bahan
baku makanan tersebut.
Salah satu contoh yang pernah saya rasakan sendiri
mengenai budaya pengontrolan kalori yang biasa dilakukan orang Jepang adalah
ketika saya makan di kantin kampus. Kantin di kampus saya menyediakan berbagai
macam menu makanan dan minuman yang seimbang. Yang menjadi unik adalah,
ternyata di setiap tulisan daftar nama makanan atau minumannya itu tertulis
daftar kandungan kalori per gram di tiap makanan tersebut. Sehingga ini membuat
kita bisa menghitung berapa kalori yang akan atau sudah kita konsumsi.
Kemudian, kalau kita melihat pola arsitektur
rumah-rumah di Jepang, umumnya ukuran dapur itu tidak ada yang besar. Coba
bandingkan dengan ukuran dapur rumah-rumah di Eropa atau Amerika, umumnya
sampai memakan space yang sangat luas. Penggunaan ruang dapur yang minimalis
oleh orang Jepang ini barangkali berpengaruh pada frekuensi dan jumlah makanan
yang disimpan di dapur. Karena mereka tidak memiliki ruang yang cukup luas,
jadi umumnya frekuensi mereka untuk membeli sayuran yang segar lebih sering.
Sebaliknya, kalau di Amerika dan Eropa, penduduknya senang membeli bahan
makanan sekali dalam seminggu lalu disimpan dalam lemari pendingin.
Kalau kita perhatikan pola makan orang barat, bobot
bahan makanan yang suka mereka konsumsi, dari tahun ke tahun makin lama makin
meningkat. Sehingga inilah yang pada akhirnya menyebabkan angka kegemukan di
negara-negara barat lebih tinggi. Sedangkan kalau di Jepang, penduduknya
melakukan hal yang lebih baik. Orang Jepang rata-rata setiap harinya menyerap
2700 kalori, namun orang Amerika rata-rata setiap hari menyerap 3700 kalori,
perbedaan antara keduanya 1000 kalori."
Pola makan orang Jepang sepertinya memang telah
terpengaruh oleh sikap dan cara aliran Zen di Negara China terhadap bahan
makanan, "Memilih bahan yang paling segar, memasak dengan hati yang
semangat." Saat menyantap nasi jangan melahap dengan rakus, pada saat
menikmati makanan yang lezat, masih harus belajar cara untuk menghargai keindahan.
Penampilan yang indah adalah sumber dari kehidupan memasak orang Jepang.
Alasan ketiga yang dapat mendukung wanita Jepang
memiliki tubuh kurus adalah mungkin dikarenakan kebiasaan mereka untuk
beraktifitas fisik dalam skala yang cukup sering dan besar. Di samping budaya
dan etos kerja mereka yang sangat tinggi, orang Jepang itu sangat suka berjalan
kaki dan mengendarai sepeda. Makanya kalau kita ada di Jepang pada jam-jam
masuk kerja atau sekolah, biasanya kita akan sering berada dalam kerumunan
orang-orang yang berjalan dengan cepat di pinggir-pinggir jalan atau di
stasiun-stasiun kereta sedang bergegas ke kantor atau sekolah mereka
masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar