Gabung yuk,,
Bila
putra/putri Anda suatu saat besar dan harus tinggal di tempat kos karena kuliah
di kota yang berbeda dengan Anda, apa yang harus Anda lakukan? Ya, yang pasti
persiapan berupa mencarikan tempat kos yang layak entah ukuran kamarnya, jarak
dari kos ke kampus hingga hal yang bersifat fisik lainnya.
Namun
sebenarnya, ada hal yang lebih penting dari sekedar memilihkan tempat kos yang
bagus, ber-ac, kamar mandi dalam, tidak bocor, bebas banjir, dekat dengan
kampus, dan seterusnya… Buat saya, memberikan pembekalan mental dan
kepribadian, jauh lebih penting dari itu semua. Tempat kos itu adalah sebuah
masyarakat dan keluarga kecil yang pasti tetap harus diwaspadai oleh orang tua
agar putra/putrinya tidak hanya nyaman secara fisik, tetapi juga nyaman untuk
mental. Lingkungan yang nyaman dapat
mendukung membangun diri tanpa kehilangan jati dirinya. Masalahnya, kita tidak
bisa mengatur siapa yang menjadi teman kos dan penghuni tempat kos tersebut.
Pesta
Minuman Keras
Setelah
tamat SMA, saya berniat kuliah di Kota Malang atau Jogjakarta. Namun Ibu saya
melarang dan minta saya melanjutkan pendidikan tinggi di Surabaya saja yang
lebih dekat dari Madura. Alasannya karena Malang dan Jogja terkenal dengan
narkoba dan free sex. Waktu itu memang ada banyak berita mahasiswa yang
tertangkap pesta ganja dan kumpul kebo, dan free sex ala children of god di
Jogja. Saat itu pasokan ganja dari Aceh begitu gencar, entah bagaimana di jaman
DOM (Daerah Operasi Militer), ganja Aceh bisa sampai ke pulau Jawa.
Akhirnya
saya kuliah dan kos di Surabaya. Kos pertama saya begitu spesial, karena
penghuni kosnya dari berbagai etnis dari pulau Jawa, Sumatra hingga Sulawesi
Utara. Kos saya ini hanya berjarak 50 meter saja dari kampus dan berada di
pinggir jalan utama. Namun 4 teman kos saya tersebut hampir semuanya suka minum
dan ngelonte (wanita). Hampir setiap malam minggu terutama pada awal bulan mendapatkan kiriman dari orang tua, mereka
mengadakan pesta minum dan sex di kos-kosan. kebetulan tempat kos pertama saya
tidak dijaga oleh pemilik dan mereka tinggal terpisah. Biasanya 2 orang gadis
muda entah dari mana, bergabung dengan mereka. Bila pesta dimulai, sayapun
mengungsi pergi dari tempat kos dan berjalan-jalan sendiri keluar. Biasanya
saya baru kembali jam 12 malam saat pesta telah usai. Tak jarang pula pesta
belum usai dan saya ditawari minuman atas nama ‘penghormatan’ walau hanya
seteguk bir hitam atau whisky. Beruntung saya bukan tipe orang yang mudah dipengaruhi atas nama pertemanan.
Saya selalu bisa menolak tawaran mereka. Tak jarang pula mereka muntah di
berbagai tempat. Mulai dari kamar, lorong, hingga kamar mandi. Bila sudah
begitu, bau muntahan dan minumal menjadi aroma yang menyebalkan.
Kurang
lebih 6 bulan saya bertahan di tempat kos pertama, setelah ujian akhir semester
berakhir, sayapun mencari tempat kos yang lain. Sebuah tempat kos sederhana dan
dengan bapak dan ibu kos yang sederhana pula. Kos di tempat ini cukup betah dan
lama. Teman-teman kosnya juga asyik-asyik. Diantaranya adalah seorang teman
dari Makassar bernama Agus yang kuliah di jurusan Psikologi yang menjadi teman
diskusi terbaik di tempat kos.
Juragan
Ayam Kampus
Seperti
yang saya utarakan sebelumnya, kita tidak bisa memilih teman kos kita. Suatu
hari seorang mahasiswa datang sebagai penghuni kos yang baru. Dia tampak begitu
rajin beribadah, cocok dengan asal kotanya yang terkenal sebagai kota santri.
Namun hari-hari berikutnya, ada banyak gadis-gadis muda seperti mahasiswi yang
silih berganti mencari penghuni baru ini. Beberapa bulan berikutnya,
kasak-kusuk di lingkungan kos menyebutkan kalau dia itu adalah juragan ayam
kampus. Dan gadis-gadis muda yang sering datang ke kos-kosan adalah ayam kampus
peliharaannya. Pantas ayamnya kinclong dan berbau harum. Hmm…..
Saat
semester akhir saya memutuskan untuk pindah kos. Hal ini karena kondisi fisik
kos tidak nyaman lagi. Selain sering bocor, air untuk mandi mulai dibatasi.
Kran air sering dimatikan saat malam hari. Padahal saya sudah bertahan di kos
tersebut selama 3 tahun, namun akhirnya harus memutuskan pindah juga untuk
mencari tempat yang lebih baik.
Pergaulan
Bebas namun Bukan Sex Bebas
Tempat
kos ketiga lingkungannya sangat nyaman. Kos pria yang saya tempati cukup ideal
dari fasilitas dan lingkungan. Kiri kanan kos saya aalah kos wanita dan kami
memiliki teras yang menyatu. Kadangkala kita bisa ngobrol di teras bersama.
Namun karena ibu kos tinggal jadi 1 rumah dengan tempat kos putri, maka
pergaulan kami tidak pernah melampaui batas, walaupun ada juga teman yang cinta
lokasi pacaran dengan mahasiswi yang kos di sebelah rumah. Bila mereka akan
keluar bersama, cukup teriak dari dalam kos, maka akan terdengar ke kos sebelah
rumah.
Bos Pil
Koplo
Walau
kondisi kos nyaman, namun ada saja hal yang bisa merusak suasana nyaman
tersebut. Seorang teman kos yang saya kenal baik, ternyata mulai kecanduan pil
koplo seperti Mogadon dan Rohypnol. Bila sudah mulai ‘ngeboat’ (baca: minum
obat), ada saja tingkah laku anehnya yang lucu. Sepertinya dia kehilangan
kepribadiannya. Jika pada dunia nyata dia adalah orang yang pemalu dan sopan,
namun bila sudah mabuk obat alias fly to teh sky ini, orangnya jadi terbuka,
berani, blak-blakan dan konyol. Pernah suatu hari saat kami duduk di teras
bersama-sama, teman yang suka ngeboat ini muncul dari kamarnya dan langsung
memeluk tiang rumah seolah-olah itu pacarnya. Kami yang melihatnya tertawa
terbahak-bahak. Setelah dia normal/tersadar, biasanya dia tidak percaya dengan
cerita kelakuannya saat mabuk. Terakhir sekali minum bisa menghabiskan 1 tik (1
tik berisi 10 tablet). Ternyata semakin lama, tubuhnya semakin resisten. Bila tadinya
minum 3-4 tablet sudah bisa fly, maka pada periode berikutnya dia butuh hingga
7-8 tablet. Bila sudah 1 tik, maka alarm OD (Over Dosis) sudah membayangi teman
kos saya ini.
Dia punya
stok hingga beberapa box Pil koplo. Selain sebagai pemakai, ternyata dia mulai
bertindak sebagai pengecer juga. Katanya agar dia bisa menggunakan pil gratis
dari keuntungannya berjualan. Beberapa kali saya ditawari untuk mencoba pil
koplo ini secara gratis. Namun saya tidak pernah tertarik untuk mencobanya.
Selain karena kepribadian saya yang tidak suka membebek, saya berasal dari
keluarga yang bahagia. Hampir tidak pernah mengalami depresi karena faktor
apapun, apalagi karena konflik keluarga.
Mungkin hal tersebut yang membuat saya imune terhadap tawaran obat anti
depresi, narkoba, minuman, judi dan wanita. Huh, memang berat hidup di tempat
kos bila kita tidak punya kepribadian yang kuat.
Tempat
Kos Lain
Depan
persis tempat kos saya yang ketiga ini luar biasa. Sebuah kos wanita dengan
bangunan bertingkat 2 membuat saya bergidik melihat para penghuninya. Sebagain
dari mereka biasa duduk di teras bangunan atas dengan tank top dan celana
pendek. Rupanya mereka-mereka ini adalah mahasiswi sebuah PTS yang nyambi kerja
di tempat hiburan malam. Seringkali mereka berangkat kerja pakai taksi dan
pulang larut malam hingga pagi hari dengan diantar pelanggan. Pelanggannya ya
pasti om-om senang. Saya tahu karena biasa tidur hingga subuh karena begadang
dengan teman diskusi atau hanya main gitar saja. Bahkan konyolnya, seorang
penghuni kos wanita, diusir oleh ibu kosnya karena tertangkap basah oleh Pak RT
setempat karena memasukkan teman prianya di kamar kosnya semalaman. Pacar
menginap di kamar kos pasangannya sering terjadi. Namun bila si pria yang
menginap di kamar kos wanita, itu memang agak nekat.
Kehidupan
mahasiswi nyambi ini luar biasa. Pakaian dan dandanannya glamour. Walaupun
demikian, mereka tetap ramah pada kami yang biasa memandangi mereka dengan mata
nanar dan lidah menjulur keluar. Celakanya lagi, sebagian teman kos yang
merupakan mahasiswi biasa, mulai terpengaruh untuk ikutan dugem di diskotik dan
tempat hiburan malam lainnya. Menjadi SPG rokok biasanya adalah profesi awal
terjerumusnya para mahasiswi untuk menjadi Purel (public relation). Bila
tadinya purel adalah sebuah profesi yang baik, saat ini istilah purel lebih
berkonotasi lady escort atau wanita yang menemani tamu pria minum dan
bersenang-senang.
Sebuah
tempat kos pria yang dihuni oleh
kelompok mahasiswa dari luar pulau (Indonesia bagian timur), bahkan lebih parah
lagi. Di kos-kosan, mereka biasa menanam ganja di pot bunga. Ternyata memang
biji ganja sangat mudah disemai dan ditanam untuk menjadi pohon ganja ya. Di
kos-kosan sudah sangat biasa melihat mahasiswa teler. Biasanya kita bisa lihat
apakah para penghuninya termasuk anggota Drunken Master atau bukan, bisa
dilihat dari ada atau tidaknya botol minuman dari merek-merek yang sudah
terkenal berjajar di koridor atau belakang rumah.
Sebuah
kos atau lebih tepat kontrakan rumah teman mahasiswa, justru lebih berbahaya
lagi ari segi pergaulan bebas. Walaupun penghuninya tidak minum dan narkoba,
namun kamar di kontrakan mereka biasa digunakan sebagai tempat mesum. Biasanya
pacarnya datang dan tinggal seharian di kamar. Entah apa saja yang dilakukan
bila pintu dan jendela ditutup rapat. Mungkin mereka sedang bermain dakon atau
kelereng ya. Teman satu kontrakan yang lain biasanya maklum dan sudah terbiasa.
Hal ini karena kontrakan tersebut berada pada masyarakat yang apatis. Pengurus
RT dan RW juga tidak perduli dengan tingkah laku para mahasiswa. Kondisi ini
mirip tempat kos teman saya di Bali, di mana 1 rumah dihuni oleh jenis kelamin
yang berbeda. Istilahnya kos campuran. Kos campuran inilah tempat yang nyaman
bagi penggemar sament leven atau kumpul kebo di kalangan mahasiswa.
Sikap
Orang Tua
Jadi
untuk orang tua. Memilih tempat kos yang sehat, asri dan nyaman untuk
putra-putri Anda memang penting. Namun ada baiknya orang tua juga membekali
putra putrinya dengan pendidikan karakter yang baik. Agar mereka bisa tahan
(imune) terhadap berbagai godaan dan penyesetan di lingkungan kos mereka
nantinya. Ada baiknya untuk terus memonitoring dan mengontrol kondisi mereka di
tempat kos. Lakukan kunjungan untuk mengetahui kondisi lingkungan yang
sebenarnya. Namun hati-hati juga untuk tidak terlalu paranoid, agar putra-putri
Anda bisa belajar memegang tanggungjawab dirinya dan bisa dihargai sebagai
manusia dewasa yang baru tumbuh. Pembatasan dan pengawasan yang terlalu ketat,
hanya akan mencederai konsep diri dan kemandiriannya. Terakhir, bangun dialog
atau komunikasi terbuka. Jadilah orang pertama yang mengetahui perasaan dan
keadaan putra-putri Anda sendiri. Bila putra-putri Anda lebih nyaman curhat
pada orang lain, itu berarti Anda belum berhasil membuka ruang dialog dan
komunikasi terbuka dengan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar